Tuesday, January 30, 2018

STOP jadi PEMIMPIN kalau ga PEDULI



Kyai Haji Agus Salim memberikan nasihat kepada kita yang hendak menjadi pemimpin 
bahwa “Pemimpin adalah Menderita”. Pemimpin bukanlah raja di raja yang segala lini 
kehidupannya disiapkan oleh orang lain khususnya rakyat. Pemimpin adalah pelayan 
masyarakat yang hadir dengan sikap peduli terhadap kondisi yang ada. 

Mengawali tulisan ini akan dipaparkan hasil survey terhadap warga Jakarta di Jurnal Sosio
Humaniora tentang Konsep Pemimpin Nasional yang Baik yang dirilis Oktober 2017 lalu. 
Survey ini diambil kepada 443 orang dengan berbagai latar belakang keluarga dan 
pendidikan yang berbeda-beda. Berikut hasilnya. 



Berdasarkan pada hasil analisis terhadap jawaban responden, terlihat bahwa ketegasan 
berada pada posisi paling tinggi sebagai salah satu ciri pemimpin yang baik yaitu sebesar 
24,07%. Untuk kategori selanjutnya, seorang pemimpin yang baik haruslah peduli dengan 
nilai persentase sebesar 19,44%. Kategori ketiga didalam kriteria seorang pemimpin yang 
baik adalah amanah dengan persentase sebesar 16,20%. Kategori keempat digambarkan 
dengan pribadi yang jujur untuk bisa dikatakan sebagai pemimpin yang baik dengan 
persentase sebesar 12,50%. Untuk kategori kelima didalam kriteria pemimpin yang baik 
adalah bijaksana dengan persentase sebesar 7,64%. Kategori keenam berkaitan dengan 
pribadi yang memiliki standar moral yang tinggi engan persentase sebesar 6,25%. Kategori 
ketujuh berupa individu yang dapat dijadikan panutan dengan persentase sebesar 5,56%. 
Kategori kedelapan untuk seorang pemimpin yang baik adalah memiliki kecerdasan dengan 
persentase sebesar 2,31%. Untuk kategori terakhir untuk menjadi pemimpin yang baik 
terkait dengan integritas dengan persentase sebesar 1,62%. Dua kategori yang tidak terkait 
dengan gambaran pemimpin yang baik adalah others (jawaban responden tidak esuai 
dengan pertanyaan dan tidak menjawab pertanyaan) sebesar 4,40%. 

Menarik untuk dicermati mengenai hasil survey di atas. Ternyata hasilnya menunjukkan 
pemimpin dengan ketegasan menjadi pilihan awal masyarakat. Melihat kondisi Jakarta yang 
memang harus dengan tegas dalam menegakkan peraturan. Namun tak kalah menarik yaitu 
pilihan karakter pemimpin kedua adalah kepedulian. Hal ini menjunjukkan bahwa 
masyarakat sudah bosan dengan pemimpin yang hanya ingin dipedulikan oleh rakyatnya. 
Masyarakat menginginkan kehadiran sosok pemimpin yang peduli terhadap masa depan 
yang dipimpinnya. Seakan-akan pemimpin itu hadir sebagai pelayan masyarakat yang dekat 
dengan rakyat.  

Sedikit mengambil contoh dari dua pemimpin yaitu yang pertama adalah sosok Lee Myung 
Bak di Korea Selatan. Sebelum menjadi presideen di periode (2008-2013) Lee Myung Bak 
pada tahun (2002-2006) memimpin kota Seoul. Sikap kepeduliannya diliat dari 
keberhasilannya dalam menghijaukan Seoul, menciptakan taman publik di tengah-tengah 
Kota Seoul menjadikan Lee dinobatkan sebagai Hero of the Environment oleh majalah Time 
tahun 2007. Proyek fenomenalnya ini dikenal dengan nama proyek restorasi 
Cheonggycheon. Lee meruntuhkan jalan laying yang berdiri di atasnya dan mengembalikkan 
fungsinya sebagai sungai dan taman kota yang menjadi sejarah, budaya, sekaligus tempat 
rekreasi di tengah-tengah Kota Seoul.  

Lain hal dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Sebelum menjadi presiden Turki, 
Erdogan menjabat sebagai Walikota Istanbul dan mengubah wajah kota Istanbul yang suram 
menjadi metropolitan. Hutang milyaran dollar dia sulap menjadi investasi senilai 12 milyar 
dollar. Terobosan lainnya adalah sikap kepedulian terhadap kepentingan masyarakat yakni 
keberhasilan pengadaan air bersih untuk penduduk kota, pengurangan polusi dengan aksi 
penanaman ribuan pohon di jala-jalan kota, perang terhadap praktik prostitusi liar dengan 
memberikan pekerjaan yang lebih terhormat kepada wanita muda, dan pelarangan 
minuman keras di tempat yang dibawah kontrol pemerintah. 

Melihat paparan di atas, telah menunjukkan dengan jelas pemimpin yang menghadirkan 
sikap kepeduliannya terhadap masyarakat akan menjadi sosok pemimpin yang dicintai 
rakyatnya. Tidak terkecuali kepemimpinan dalam teritori lebih kecil yaitu kampus. Hal ini 
harus menjadi catatan kepada calon pemimpin yang nantinya akan menjabat Ketua dan 
Wakil Ketua BEM UNJ mendatang. Kampus yang terlahir pada tanggal 16 Mei 1964 ini 
memiliki segudang permasalahan yang tak jauh dengan kondisi wilayah atau pun negara. 
Dengan tujuh fakultas yang ada menjadikan pikiran langkah kedepan harus bisa merangkul 
semua aspek dari keberagaman di masing-masing fakultas.  

Universitas Negeri Jakarta yang dikenal dengan kepedulian terkait pendidikan non 
formalnya, menjadi PR besar hingga kini terkait konsistensi dan pengembangan kuantitas 
maupun kualitas programnya. Terhitung dari tahun 2009 ketika Ali Sibro menjabat sebagai 
ketua BEM UNJ sampai kini Miqdad menjadi Ketua BEM UNJ 2017 ternyata masih memiliki 
PR besar dalam masalah kepedulian UNJ dalam ranah pendidikan non formal. Menurut 
kalian apa yang menjadi penyebabnya? Hal ini menjadi satu dari banyak masalah kepedulian 
UNJ kepada masayarakat di bidang pelayanan pendidikan. 

Bagi kalian calon ketua dan wakil ketua BEM UNJ periode 2018-2019. Pikirkan bagaimana 
UNJ kembali mengisi relung kepedulian pendidikan di masyarakat. Ingatkan kembali kepada 
3 fungsi mahasiswa yaitu Agent of Change, Iron Stock, dan Social Control.  
Kemudian sama-sama kita ketahui bahwa Ketua Bappeda DKI Jakarta akan tetap 
mengalokasikan 20% untuk pendidikan sesuai dengan undang-undang. Hal ini menjadi 
tantangan bagi BEM UNJ dengan nahkoda barunya untuk bersinergi dengan pemerintah 
daerah terkait pendidikan. Jadilah bagian dari golongan yang peduli kepada masayarakat. 
Pemuda adalah ujung tonggak dalam perubahan. Siapkan ide dan gagasan yang terbaik guna 
bermanfaat dan tanamkan pada visi misi bahwasannya prestasi kami tatkala hadir 
senyuman puas bahagia masyarakat. Langkah awal yang baik adalah merencakan dari dini 
dan kuatkan sampai berapa tahun mendatang. Jangan sampai rencana ini hilang bahkan 
tergantikan oleh rencana lain yang tak bermakna. Dibutuhkan jaringan relasi yang luas serta 
komitmen antara pengurus kelas. Walaupun selalu ada penghianat hidayah perjuangan, 
maka hal itu wajar agar kita tahu siapa saja yang akan menjadi legenda perjuangan UNJ. 

No comments:

Post a Comment