Wednesday, August 29, 2012

Manusia dan Proses Nilai Tambah


Apa falsafah pembangunan Bacharuddin Jusuf Habibie ( BJH ) ? Banyak orang memberikan jawaban singkat : teknologi, atau singkatnya teknologi tinggi, pesawat terbang, kapal laut, dan lain-lain. Semua itu tidak tepat. Jawabannya hanya sederhana : “ Meningkatkan nilai tambah (added value) melalui teknologi secara luas. “Nilai tambah” inilah yang selalu diulang-ulang dalam setiap ucapan BJH ketika awal kembali ke Indonesia. Akibatnya banyak orang ikut mempopulerkan kata “nilai tambah” dalam pengertian kurang tepat. Seolah-olah kata bilai tambah sama dengan arti harfiah, nilai lebih pada sebuah benda atau apa saja.
Nilai tambah bagi BJH adalah suatu yang harus menjadi falsafah pembangunan. Oleh karena itu, teknologi dalam arti engineering, teknologi matematika, teknologi ekonomi, atau teknologi mamanjemen semuanya dibutuhkan untuk menyukseskan proses nilai tambah (added value process)
“Untuk mendapatkan nilai tambah itu, kita memerlukan teknologi. Di sini yang berfungsi adalah manusia. Untuk membuat manusia mendapatkan dan menguasai teknologi, tidak hanya dalam proses
mengajar, tetapi melalui suatu keterampilan. Teknologi yang dikembangkan harus disesuaikan dengan keadaan alam dan sosial. Jika berada di Alaska, teknologi harus sesuai dnegan Alaska, jika di gurun pasir teknologinya harus sesuai dengan keadaan sosial dan keadaan di gurun pasir.”
“Untuk semua ini diperlukan investasi atau sarana untuk suatu program yang konsisten dalam semua bidang. Pertama kali harus “bayar” atau berinvestasi, kemudian perlahan tahap demi tahap kita mendalami bidang teknologi tersebut. Di sini kita memberikan keterampilan kepada manusia Indonesia yang makin lama nilainya pun secara teknologi akan tinggi. Secara ekonomis, manusia yang nilainya makin tinggi harus kita bina. Inilah perjuangan kita dalam pembinaan sumber daya manusia yang dilakukan secara integral.”
“Satu contoh lagi, manajemen berhubungan dengan manusia, engineering berkaitan dengan manusia, cost accounting menjadi spektrumnya. Jadinya, berarti “pembina” teknologi itu adalah manusia dan manusia pula penyebab akan adanya proses nilai tambah tersebut.”
“Manusia dan manusia itulah yang berada di atas segala-galanya. Sebuah contoh yang konkret, ketika Perang Dunia ke-2, seluruh Jerman dan Jepang dihancurkan. Di Jerman, Hamburg hancur 90%, Berlin 80%, dan Koln hampir semuanya hancur. Tetapi dalam waktu dekat bangkit kembali. Di situ  didemonstrasikan betapa pentingnya keterampilan yang ada pada manusia.”
Inilah penjelasan gamblang falsafah BJH mengenai pentingnya pembangunan sumber daya manusia, namun tampaknya tidak banyak yang bisa memahami, termasuk kolega-koleganya dalam Kabinet Pembangunan pemerintahan Presiden Soeharto.

Analogi Nilai Tambah

“Membandingkan Mercedes dan Kijang”
(Manusia perlu suntikan teknologi untuk memperoleh nilai tambah)

Belum puas dengan penjelasan “proses nilai tambah” ? BJH dalam berbagai ceramah selalu memberikan penjelasan nilai tambah secara gamblang. Ia selalu memebrikan contoh mengenai sebuah mobil Kijang dan Mercedes. Kedua jenis ini dibuat dari beberapa jenis logam: besi, alumunium, serta bahan lain. Katakanlah mobil Kijanga harganya Rp 3.000.000 dan beratnya 600kg. Maka rata-rata harga per kilo Kijang tersebut Rp5.000. Jika harga logamnya katakanlah Rp150/kg, berarti nilai logam tersebut telah dinaikkan dari Rp150/kg menjadi Rp5.000/kg.
Demikian halnya dengan mobil Mercedes. Katakanlah harga mobil Mercedes Rp7.000.000 dengan berat  1.000 kg. Maka harga kedua mobil tersebut sama. Ini semua terjadi karena pada mobil Kijang dan mobil Mercedes yang lebih mahal, telah disuntikkan teknologi oleh orang-orang yang bekerja di pabriknya dalam teknologi pengolahan logam, teknologi cost accounting, dan lebih penting teknologi research and development. Mercedes bisa lebih mahal harga jualnya karena ia mendapatkan nilai tambah yang lebih banyak pada perekayasaan dan produksinya. Harga mobil Kijang lebih murah karena nilai tambah yang diberikan dalam produksinya tidak sebanyak mobil Mercedes. Itulah nilai tambah (added value) yang telah dimasukkan pada kedua mobil tersebut. Makin tinggi nilai tambah yang dimasukkan, makin tinggi pula nilai jual mobil tersebut.
Sebuah contoh yang paling ekstrem untuk mengerti apa itu nilai tambah (added value). Jika kedua mobil tersebut, baik pada mabil Kijang maupun Mercedes, pada suatu ketika kedua mobil tersebut bertabrakan dan hancur remuk. Mercedes yang dulunya mahal dan Kijang yang harganya sedang jika dijual sebagai rongsokan kepada pembeli besi tua, nilainya akan sama, katakanlah Rp150/kg. Kenapa ? Karena nilai tambah yang pernah dimasukkan pada kedua produk tersebut sudah tidak ada artinya lagi dan tinggal menjadi besi rongsokan.

Sumber : Buku "Habibie, Kecil tapi otak semua"

No comments:

Post a Comment