Apa
falsafah pembangunan Bacharuddin Jusuf Habibie ( BJH ) ? Banyak orang
memberikan jawaban singkat : teknologi, atau singkatnya teknologi tinggi,
pesawat terbang, kapal laut, dan lain-lain. Semua itu tidak tepat. Jawabannya
hanya sederhana : “ Meningkatkan nilai tambah (added value) melalui teknologi secara luas. “Nilai tambah” inilah
yang selalu diulang-ulang dalam setiap ucapan BJH ketika awal kembali ke
Indonesia. Akibatnya banyak orang ikut mempopulerkan kata “nilai tambah” dalam
pengertian kurang tepat. Seolah-olah kata bilai tambah sama dengan arti
harfiah, nilai lebih pada sebuah benda atau apa saja.
Nilai
tambah bagi BJH adalah suatu yang harus menjadi falsafah pembangunan. Oleh
karena itu, teknologi dalam arti engineering, teknologi matematika, teknologi
ekonomi, atau teknologi mamanjemen semuanya dibutuhkan untuk menyukseskan
proses nilai tambah (added value process)
“Untuk
mendapatkan nilai tambah itu, kita memerlukan teknologi. Di sini yang berfungsi
adalah manusia. Untuk membuat manusia mendapatkan dan menguasai teknologi,
tidak hanya dalam proses
mengajar, tetapi melalui suatu keterampilan. Teknologi yang dikembangkan harus disesuaikan dengan keadaan alam dan sosial. Jika berada di Alaska, teknologi harus sesuai dnegan Alaska, jika di gurun pasir teknologinya harus sesuai dengan keadaan sosial dan keadaan di gurun pasir.”
mengajar, tetapi melalui suatu keterampilan. Teknologi yang dikembangkan harus disesuaikan dengan keadaan alam dan sosial. Jika berada di Alaska, teknologi harus sesuai dnegan Alaska, jika di gurun pasir teknologinya harus sesuai dengan keadaan sosial dan keadaan di gurun pasir.”
“Untuk
semua ini diperlukan investasi atau sarana untuk suatu program yang konsisten
dalam semua bidang. Pertama kali harus “bayar” atau berinvestasi, kemudian
perlahan tahap demi tahap kita mendalami bidang teknologi tersebut. Di sini kita
memberikan keterampilan kepada manusia Indonesia yang makin lama nilainya pun
secara teknologi akan tinggi. Secara ekonomis, manusia yang nilainya makin
tinggi harus kita bina. Inilah perjuangan kita dalam pembinaan sumber daya
manusia yang dilakukan secara integral.”
“Satu
contoh lagi, manajemen berhubungan dengan manusia, engineering berkaitan dengan
manusia, cost accounting menjadi spektrumnya. Jadinya, berarti “pembina”
teknologi itu adalah manusia dan manusia pula penyebab akan adanya proses nilai
tambah tersebut.”
“Manusia
dan manusia itulah yang berada di atas segala-galanya. Sebuah contoh yang
konkret, ketika Perang Dunia ke-2, seluruh Jerman dan Jepang dihancurkan. Di
Jerman, Hamburg hancur 90%, Berlin 80%, dan Koln hampir semuanya hancur. Tetapi
dalam waktu dekat bangkit kembali. Di situ
didemonstrasikan betapa pentingnya keterampilan yang ada pada manusia.”
Inilah
penjelasan gamblang falsafah BJH mengenai pentingnya pembangunan sumber daya
manusia, namun tampaknya tidak banyak yang bisa memahami, termasuk
kolega-koleganya dalam Kabinet Pembangunan pemerintahan Presiden Soeharto.
Analogi
Nilai Tambah
“Membandingkan
Mercedes dan Kijang”
(Manusia
perlu suntikan teknologi untuk memperoleh nilai tambah)
Belum
puas dengan penjelasan “proses nilai tambah” ? BJH dalam berbagai ceramah
selalu memberikan penjelasan nilai tambah secara gamblang. Ia selalu memebrikan
contoh mengenai sebuah mobil Kijang dan Mercedes. Kedua jenis ini dibuat dari
beberapa jenis logam: besi, alumunium, serta bahan lain. Katakanlah mobil
Kijanga harganya Rp 3.000.000 dan beratnya 600kg. Maka rata-rata harga per kilo
Kijang tersebut Rp5.000. Jika harga logamnya katakanlah Rp150/kg, berarti nilai
logam tersebut telah dinaikkan dari Rp150/kg menjadi Rp5.000/kg.
Demikian
halnya dengan mobil Mercedes. Katakanlah harga mobil Mercedes Rp7.000.000
dengan berat 1.000 kg. Maka harga kedua
mobil tersebut sama. Ini semua terjadi karena pada mobil Kijang dan mobil
Mercedes yang lebih mahal, telah disuntikkan teknologi oleh orang-orang yang
bekerja di pabriknya dalam teknologi pengolahan logam, teknologi cost accounting,
dan lebih penting teknologi research and development. Mercedes bisa lebih mahal
harga jualnya karena ia mendapatkan nilai tambah yang lebih banyak pada
perekayasaan dan produksinya. Harga mobil Kijang lebih murah karena nilai
tambah yang diberikan dalam produksinya tidak sebanyak mobil Mercedes. Itulah nilai
tambah (added value) yang telah
dimasukkan pada kedua mobil tersebut. Makin tinggi nilai tambah yang
dimasukkan, makin tinggi pula nilai jual mobil tersebut.
Sebuah
contoh yang paling ekstrem untuk mengerti apa itu nilai tambah (added value).
Jika kedua mobil tersebut, baik pada mabil Kijang maupun Mercedes, pada suatu
ketika kedua mobil tersebut bertabrakan dan hancur remuk. Mercedes yang dulunya
mahal dan Kijang yang harganya sedang jika dijual sebagai rongsokan kepada
pembeli besi tua, nilainya akan sama, katakanlah Rp150/kg. Kenapa ? Karena
nilai tambah yang pernah dimasukkan pada kedua produk tersebut sudah tidak ada
artinya lagi dan tinggal menjadi besi rongsokan.
Sumber : Buku "Habibie, Kecil tapi otak semua"
No comments:
Post a Comment