Monday, February 6, 2012

Kapan aku istirahat di jalan juang ini ?


Suatu momen dikala matahari mulai malu menyinari bumi. Seorang organisatoris bertanya kepada seniornya terkait bolehkan dia istirahat sejenak dalam jalan juang ini. Dalam keheningan senja itu dia bertanya, “Ka, aku ingin bertanya kepada kakak terkait jalan juang ini, bolehkah aku istirahat sejenak kira-kira satu tahun lamanya dalam jalan juang ini?”. Sang senior pun menjawab “ tidak boleh”. Lalu dia pun bertanya kembali, “jika aku beristirahat satu bulan dari jalan juang ini boleh tidak ka?”. Dengan sikap yang sama kakak tingkatnya menjawab dengan irama yang sama “tidak boleh”. Masih terheran-heran, dia pun mengajukan pertanyaan lagi, “jika satu pekan saja aku istirahat dari jalan juang ini, boleh tidak ka?”.  Terucap dari mulut seniornya jawaban yang sama. Lalu dengan sedikit meninggikan nada, dia bertanya kembali, “jika aku istiharat satu hari saja, boleh tidak ka?”. Masih dengan tanggapan yang tenang namun tergambar tegas seniornya menjawab “tetap tidak boleh saudaraku”. Dengan sedikit marah dia bertanya lagi kepada seniornya, “ok ka, jika hanya satu menit saja aku tidak berada jalan juang ini, apakah boleh?”. Seniornya tersenyum teduh dan menjawab “tetap kamu tidak boleh istirahat saudaraku”. Dengan sedikit emosi dia pun berkata “lalu kapan kita boleh istirahat dalam jalan juang ini ka? Tahukah ka, jika badan ini sudah sangat letih sebagai penopang tonggak pahala ini”. Setelah dia bertanya kepada seniornya, suasana menjadi hening sejenak. Terlihat kerutan dalam dahi sang senior, sering kali matanya terfokuskan pada langit yang mulai memerah kala itu. Lalu senoirnya menghadapkan wajahnya ke saudaranya itu, dengan diawali bismillah, dia menjawab. “wahai adikku, sadarkah engkau bahwa diluar sana masih banyak teman-teman kita yang memperjuangkan kebaikan. Yang berada dipikiran mereka hanyalah terjalinnya hubungan yang harmonis antara hamba dan Tuhannya. Tidak pernah sesekali mereka berpikir untuk rehat sejenak dari jalan juang ini. Apalagi berpikir untuk mendapatkan keuntungan dunia yang fana. Adikku dengarlah, ‘Jika engkau CINTA, maka jalan juang adalah Tadhiyah (pengorbanan), Bukti kesetiaan dan kesiapan memberi, pantang meminta. Bersedialah banyak kehilangan dan sedikit menerima. Karena  Allah lebih mulia, sedang di sisimu adalah fana belaka. Sedangkan setiap tetes keringat berpahala lipat ganda’.
Waktu istirahat kita adalah ketia kaki ini telah menginjak jannah-Nya yang sangat lapang dengan kenikmatan yang sesungguhnya. Di dalamnya terdapat sungai-sungai yang mengalir dan beraneka rasa, dimana kita bisa meminumnya tanpa batas. Apakah itu tidak sangat menggiurkan bagimu adikku. Aku paham jika kau letih, bosan, dan kecewa dengan jalan juang ini. Namun, inilah perdagangan yang Allah tawarkan kepada kita. Berikan yang terbaik untuk agama ini, dan opantaskan bahwa dirimu pantas menerima kenikmatan jannah-Nya”.
Terteteslah air mata sang adik, dan dia hanya berkat “afwan ka jika pribadi ini lemah”. Pertemuan itu pun diakhiri dengan berkumandangnya adzan magrib yang merdu nan menggugah hati yang sedang gelisah ini. Semoga bisa menjadi bahan instropeksi diri dan penyemangat diri ketika jiwa yang lemah ini berada pada ujung tanduk kemalasan.



No comments:

Post a Comment