Monday, November 25, 2013

Press Release Aksi 27 Nopember 2013

Nasionalisasi Aset Gas Terbesar di Indonesia, Harga Mati! #RebutMahakam
Kontrak dengan blok mahakam yang akan berakhir tanggal 31 maret 2017, menuai banyak sorotan dari berbagai pihak. Banyak kalangan seperti dosen, pakar, mahasiswa dan berbagai kalangan lainnya berharap, Kontrak Kerja Sama (KKS) yang dilakukan dengan Total E&P (Perancis) dan Inpex Corporation (Jepang) berakhir dan tata keloka blok mahakam diambil alih Pertamina. KKS telah memakan waktu yang sangat panjang, semenjak masa pemerintahan presiden Soeharto di 1967 terhitung hingga 2017, sudah lebih dari 50 tahun asing menguasai kilang gas terbesar di Indonesia.
Kekeliruan di atas sangat mendesak diperbaiki melalui perbaikan UU Migas. Namun tanpa menunggu perbaikan UU, Pemerintah dapat melakukan terobosan dengan segera menyerahkan blok-blok migas habis kontrak kepada Pertamina. Faktanya, Pertamina telah menyatakan keinginan dan kemampuan mengelola Mahakam sejak 2009 (20/10/2009). Pertamina telah membuktikan kemampuan meningkatkan produksi  Blok ONWJ yang diakuisisi dari BP tahun 2009, dari 12.000 BPH menjadi 39.000 BPH pada saat ini (1/10/2013). Karena itu, kemampuan Pertamina tak perlu diragukan. Bahkan, seandainya Pertamina menyatakan tidak mampu, justru menjadi tugas Pemerintah memberi dukungan dan fasilitas agar Pertamina mampu mengelola Mahakam dan mendominasi pengelolaan migas nasional. Namun yang menjadi kekecawaan rakyat, sikap kontras yang dilakukan pemerintah, menghadang Pertamina mengelola Mahakam dengan alasan ketidakmampuan SDM, teknis dan finansial.
Pengelolaan Blok Mahakam oleh anak bangsa merupakan langkah yang harus segera diwujudkan pemerintah tanpa perlu banyak pertimbangan, apalagi sampai tunduk kepada rekayasa dan tekanan asing. Sumber daya migas Blok Mahakam mutlak perlu dimonetisasi oleh Pertamina.
Mengacu pada hal tersebut, berikut pernyataan Sikap BEM REMA UPI terhadap aset Blok Mahakam:        
1.       Mendukung Pertamina untuk mengelola secara utuh Blok Mahakam
2.       Menolak Intervensi asing dalam setiap pengambilan kebijakan tender Migas
3.       Menuntut Pemerintah untuk Memfasilitasi Pertamina dalam persiapan pengelolaan Blok Mahakam

Presiden BEM REMA UPI
                                                                                                                                                             Dudi Septiadi

Saturday, November 23, 2013

PERBEDAAN SBY DAN SOEKARNO KETIKA DISADAP AMERIKA



Sesaat usai pesawat B-26 ditembak jatuh, ada dua parasut mengembang keluar dari pesawat itu. Parasut itu tersangkut di pohon kelapa dan pasukan TNI membekuk dua orang. Yang satu namanya Harry Rantung anggota Permesta dan satunya lagi seorang bule Amerika.

Itulah si pilot Allen Lawrence Pope. Dari dokumen-dokumen yang disita, terkuak Allen Pope terkait dengan operasi CIA. Yaitu menyusup di gerakan pemberontakan di Indonesia untuk menggulingkan Soekarno.
Tak pelak, tuduhan bahwa Amerika dengan CIA adalah dalang pemberontakan separatis, bukan isapan jempol! Peristiwa tertangkapnya Allen Pope adalah tamparan bagi Amerika. Itu mungkin terwakili dalam kalimat Allan Pope ketika tertangkap. “Biasanya negara saya yang menang, tapi kali ini kalian yang menang”.

Wednesday, November 20, 2013

KEPEMIMPINAN NASIONAL “TEGAS, BERANI DAN TELADAN

oleh : Toma Patrio Tama

“Jika anda ingin menguji watak manusia, coba beri dia kekuasaan”
Abraham Lincoln

Menjelang tahun politik 2014, sudah banyak sebuah tawaran pemimpin yang akan melanjutkan suatu estafeta kepemimpinan Negara, dimana di berbagai media, dari elektronik, cetak hingga telivisi saat ini sudah sangat mainstream mem blow up kan tokoh-tokoh tertentu yang memang telah menjadi bagian pesenan tertentu. Hal ini menjadi sangat wajar, karena tokoh-tokoh tersebut harus memiliki citra yang baik di masyarakat untuk perhelatan akbar 2014.
google
Dalam kondisi negeri yang seperti ini, seolah-olah para calon pemimpin Negara, berlomba-lomba untuk membuat sebuah gagasan besar Negara, apabila menjadi pemimpin terpilih nanti. Padahal yang kita pahami, demokrasi atau pemilihan langsung belumlah mengakar hingga ketataran bawah masyarakat, ia masih menjadi sebuah pertandingan bebas dalam merekut tataran bawah masyarakat, dimana memegang kendali penuh suara nanti. Dan masyarakat belumlah paham akan suatu visi misi para calon pemimpin Negara, karena rakyat hanya ingin kebutuhan perutnya terpenuhi, dan itulah realita yang terjadi sampai saat ini.

Pejuang Cilik Pedongkelan

Pejuang Cilik Pedongkelan
Yang terlihat....

Mereka terlahir dengan harapan yang dianggap tidak ada.

Mereka hidup diantara keheningan semangat lingkungan

Wednesday, November 13, 2013

Saya pilih BAHAGIA ^_^

sumber : google
Ada dua tipe pejuang kebaikan dalam mengatur emosinya ketika bergerak dalam perjuangan. Yaitu ketika dia dihimpit oleh banyak tekanan maka dia akan memilih emosi sedih, risau dan akhirya berhenti dalam berjuang. Tapi ada juga pejuang kebaikan yang ketika dia dihimpit oleh banyak tekanan maka dia akan memilih emosi senang gembira.

Jika perjuangan adalah seni untuk mengatur emosi, maka tidaklah salah apalagi berdosa jika kita memilih emosi bahagia dan tersenyum

Banyak pendahulu kita yang telah merasakan indahnya perjuangan dalam balutan bahagia dan ikhlas bergerak. Manisnya perjuangan telah menjadi bagian hidup mereka sehingga kebahagiaan asasi merupakan keniscayaan bagi mereka.

Tidak akah terjadi sebuah perubahan yang besar jika tidak ada penyebab yang besar pula tindakannya



Muncul banyak pertanyaan tatkala melihat banyak pejuang kebaikan yang lemah semangat dalam bergerak. Diantaranya ada yang mulai melupakan bahwa dirinya adalah pejuang kebaikan itu sendiri. Mereka mualai lalai dengan tanggung jawabnya, seolah-olah mereka lupa dengan pengadilan Allah yang Maha Adil. Mungkin bukan saatnya kita menyalahkan keadaan seperti ini, tapi dalam sistem kaderisasi maka perlu adanya evaluasi amal yang sydah dilaksanakan. Bukanlah untuk membuka kelemahan orang lain atau kelemahan suatu agenda namun untuk menjadi perhatian lebih saat kedepannya akan ada agenda yang sama atau berbeda. Jangan sampai agenda nantinya tidak jauh beda dalam ketercapaian apalagi ditambah dengan bertambah banyaknya keluhan dari agenda tersebut. Jangan menjadi hewan yang bisa jatuh dilubang yang sama. Bahkan ada ungkapan yang menyakatan bahwa “siapa saja yang kondisi hari ini lebih buruk dari pada kondisi hari kemarin, maka dia telah rugi”.

Pejuang kebaikan mestilah orang yang pandai mengatur emosi jiwanya. Dia haruslah menjadi teladan dalam kekurangan pribadinya. Cerdas menggunakan emosi yang tepat dalam berbagai kondisi. Gunakanlah kaidah “Bersikap serius terkesan santai”.


Semoga kedepan bisa menjadi pribadi yang paripurna dalam menjalankan kebaikan, bukan lagi menjadi pribadi yang mudah berkeluh kesah. Karena Allah senang dengan manusia yang bersyukur dalam segala kondisi.

Menyelamatkan Tulisan 'Jilbab Hitam' : "TEMPO dan KataData ‘Memeras’ Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas?"

oleh : Yoga Widhia Pradhana (Mahasiswa ITS)

Dunia maya telah dihebohkan dengan sebuah opini fenomenal di Kompasiana yang ditulis oleh akun anonim bernama Jilbab Hitam. Tulisan tersebut dibuat dengan bahasa yang cukup meyakinkan dan diperkuat melalui pengakuan penulis bahwa ia adalah seorang mantan wartawan TEMPO. Menjadi fenomenal karena dalam tulisan ini mengungkap tabir permainan politik transaksional para wartawan beserta media, salah satunya adalah TEMPO.

Sayangnya, tidak lama setelah tulisan tersebut terbit, Kompasiana telah mencabutnya dengan alasan provokatif dan menyudutkan salah satu pihak. Saya memandang alasan ini kurang logis karena pada dasarnya, Kompasiana seharusnya telah memiliki filtrasi awal kalayakan penerbitan tulisan. Jika dianggap tidak layak terbit, sejak awal seharusnya tulisan tersebut tidak diterbitkan. Terlepas dari benar atau tidaknya tulisan tersebut, masyarakat layak untuk mengetahui dan menilai.

Berikut ini saya 'selamatkan' tulisan tersebut :


Sunday, November 10, 2013

Renungan Suci Peringatan Hari Pahlawan 10 November

oleh : Yoga Widhia Pradhana (Mahasiswa ITS)

Dan untuk kita saudara-saudara
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka
semboyan kita tetap : merdeka atau mati!
(Bung Tomo) 

Sepenggal kata-kata pembakar semangat diatas merupakan cuplikan pidato Bung Tomo tatkala memimpin arek-arek Suroboyo dalam pertempuran melawan pasukan Belanda di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran tersebut merupakan pertempuran terbesar dan terberat untuk pertama kalinya setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia berhasil dideklarasikan. Perjuangan heroik yang dilandasi semangat berkorban ini telah menjadi simbolisasi nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme dan pengusiran penjajah dalam upaya mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Oleh karena itu, bukan menjadi sebuah hal yang berlebihan ketika tanggal 10 November kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.