Sunday, October 13, 2013

Kemana arah pergerakan mahasiswa sekarang?

oleh : Insan Robbani (mahasiswa UNJ)

Pergerakan mahasiswa sejatinya akan selalu menjadi sebuah kontrol sosial yang tak akan pernah mati walaupun bangsa Indonesia telah mencapai puncak kejayaan. Kita sebagai mahasiswa yang seyogjanya adalah sebagai garda terdepan untuk membela rakyat yang sedang terpengaruh oleh sistem yang tidak berpihak terhadap rakyat jelata. Pada saat bangsa ini sedang di landa oleh sistem-sistem yang ngaco dalam setiap kebijakannya, maka kita sebagai mahasiswa seharusnya mengingatkan para penguasa yang sudah melewati tracknya dalam mengambil kebijakan.

Ada apa dengan mahasiswa sekarang? Apakah ini merupakan cerminan mahasiswa bangsa kita sekarang,dimana begitu banyak mahasiswa yang menjadi kaum apatis, yang hanya berpikir seperti kupu-kupu mati (kuliah pulang kuliah pulang makan tidur, mengutip sebuah pernyataan teman ketika diskusi) dan banyak mahasiswa yang berpikir organisasi hanya perusak nilai kuliah, apalagi kalau menjadi seorang aktivis yang selalu berpikir mengenai negara pasti lama tamat kuliahnya bahkan di cap bodoh “akademik”, apakah semua itu benar? Rasanya tidak, boleh kita survei bahwa orang yang dulunya aktif organisasi sekarang sudah menjadi pembesar-pembesar bangsa ini. Bahkan mereka yang sudah besar sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa organisasi itu merugikan mereka. Mereka bahkan menyadarkan bahwa apa yang mereka tanam dulu, sekarang telah mebuahkan hasil bagi kehidupan mereka sekarang, karena ada sebuah pernyataan yang menarik hati mengenai “Apa yang kita tanam, itulah yang kita panen”. Jadi dengan berorganisasi kita telah menanamkan sesuatu yang bermanfaat–kemudian dihari esok kita akan memanennya dengan hasil yang memuaskan.

kemana arah gerakan mahasiswa sekarang dengan SDM mahasiswanya yang hanya fokus akan kegiatan seperti kupu-kupu mati tadi. Apakah kita harus menyalahkan teman-teman mahasiswa yang memilih seperti itu ? Sebenarnya, itu semua tidak mutlak kesalahan teman-teman mahasiswa yang memilih untuk menjadi kupu-kupu mati, tapi kita juga harus melihat sistem dan sejarah di perguruan tinggi pada negeri ini seperti mengarahkan mahasiswa untuk tidak mengenal organisasi, contohnya mahasiswa di beban dengan SKS yang begitu padat dan diberi tugas yang menggunung, sehingga mahasiswa tidak memiliki lagi waktu luang untuk berorganisasi. Kemudian di perparah lagi dengan kebijakan bahwa mahasiswa harus menyelesaikan studinya maksimal 7 tahun, dan jika lewat dari 7 tahun maka siap-siap untuk di DROP OUT. Ada apa dengan sistem yang terjadi sekarang?

Sistem sekarang banyak yang menyandera gerakan-gerakan mahasiswa sekarang melalui kebijakan-kebijakan yang menyulitkan mahasiswa. Banyak sekali kebijakan yang dibuat tanpa sepengetahuan mahasiswa dan tertutup. Peran mahasiswa zaman sekarang masih terlalu kecil, namun dalam dunia sosial mahasiswa sudah mulai melakukan sebuah gerakan yang dimanakan Community Development atau desa binaan.

Tapi tidak dipungkiri mahasiswa sekarang lebih mementingkan nilai yang tinggi dari pada ikut dalam organisasi. Karena mereka masih berfikir bahwa berorganisasi hanya membuang-buang waktu saja, padahal dalam bergorganisasi mahasiswa akan belajar tentang manajemen waktu dan publik speaking, dll. Mahasiswa sekarang hanya dicekoki oleh kegiatan-kegiatan ceremonial belaka, seperti mengadakan acara nasional kemudian mendatangkan pembicara-pembicara yang belum jelas kapasitasnya, kemudian beramai-ramai dengan rekan-rekan mahasiswa membeli tiket, datang, kemudian pulang dapat sertifikat. Kemudian sekarang juga mahasiswa hanya disibukkan dengan kegiatan-kegiatan seperti halnya EO (Event Organizer) yang mengadakan lomba ini itu, yang tidak jelas goalnya ke depan dan terkesan hanya bagi-bagi piala di akhir kegiatan kemudian bubar.

6 comments:

  1. Setuju bang. Izin bertanya nih, kalau misalnya kondisi pergerakan mahasiswa sekarang seperti itu dan ada salah satu dari mahasiswa yg menyadarinya dan mengkritisi mereka (mahasiswa organisasi yg seperti dipaparkan di atas), dan ternyata si pengkritisi itu malah dicemooh dan dikucilkan, sebenarnya siapa yang salah?

    ReplyDelete
  2. itu berarti semuanya masih belum dewasa nico, tapi posisi si pengkritisi itu sudah benar. Dia sebagai pengingat ktika si mahasiswa organisasi sudah jauh dari jalurnya. Masalah dikucilkan, itu emank uda konsekuensi. Yang penting amar ma'ruf nahi mungkar :)

    ReplyDelete
  3. wah kurang setuju tuh bang sama kalimat "EO (Event Organizer) yang mengadakan lomba ini itu, yang tidak jelas goalnya ke depan dan terkesan hanya bagi-bagi piala di akhir kegiatan kemudian bubar". karena biasanya si pemenang tuh bisa diajukan ketingkat yang lebih bergengsi.
    toh organisasi sekarang juga banyak membuat festival yang didalamnya terdapat lomba, ga munafik yeh bang kita manusia doyan hadiah juga. dan di lomba juga bisa melihat minat dari sasaran itu sendiri. kalo masalah sertifikat ane liat sendiri yang penting sertifikat numpuk dari pada ilmunye. jadi setuju aje.
    tambahan buat kupu-kupu mati, kepompong (KEnalan, Pacaran, Madol, Plesir, Nongkrong) asal bikin hehe

    ReplyDelete
  4. Organisasi yang bagus itu ketika dia itu bisa "nyentuh langit" dan tetap "bisa menginjak bumi". Dia tau tujuan organisasi dan tau juga bagaimana mengajak orang lain utk bermanfaat (baca ; menginspirasi). Organisasi itu goal besarnya adalah "pelayanan terbaik (bermanfaat)".
    Dan menjadi tugas yang uda paham juga, bahwa ilmu itu tidak bisa digantikan dengan sertifikat. Beritahu kepada mereka, ilmu itu tak ternilai karena ilmu yang bermanfaat akan terus mengalir pahalanya jika terus disalurkan. ^_^

    ReplyDelete
  5. kalo secara ga langsung saya nangkep perkataan abang "ilmu itu TULUS, sertifikat itu BONUS" yah kan bang? tapi sertifikat itu tetap penting bang. karena sekarang memang itu yang dibutuhkan untuk menunjang kelulusan.
    (mungkin beda pandangan ketika saya perempuan bang, imajinasi dan pengalaman saya tidak seliar itu untuk menanggapi lulus lebih dari target yang orang tua tentukan adalah hal yang biasa dan bukan hanya sekedar pelayanan terbaik (bermanfaat) kata abang tadi)

    andai seluruh mahasiswa semuanya ikut organisasi dan terlihat pergerakannya (tanpa mengurangi amanah dari orang tua untuk belajar). Kata "MAHA" tidak perlu dipertanyakan lagi dan status "kuliah" bukan sekedar pengunduran waktu untuk status "pengangguran".

    ReplyDelete
  6. Sepakat, emank dunia sekarang uda kaya gitu. Asalkan jangan jadikan sertifikat sbg tujuan utama. Tar kalo ga dapet srtifikat bakal kecewa,.hehe

    ReplyDelete