Monday, August 26, 2013

Bimbingan Tes hanyalah Painkiller

sumber gambar : google
*tulisan ini tidak membahas dari segi komersilnya bimbel yang begitu sensistif bagi para pengajar bimbel. tulisan ini meninjau dari segi ilmu pendidikan yang saya pahami. silakan baca tulisan ini, dan renungkan*

Bimbingan belajar yang kita kenal selama ini telah diklaim oleh berbagai kalangan masyarakat sebagai lembaga yang membantu sekolah untuk memperbaiki kualitas pendidikan kita. jika kita bicara kualitas pendidikan adalah keberhasilan murid selamat dari tes. tentu bimbel ini adalah pahlawan bagi pendidikan di Indonesia. bahkan sekolah sebagai jalur pendidikan formal pun mengakui kehebatan bimbel, dengan adanya kerja sama dalam misi penyelamatan murid dari bahaya Ujian nasional dan ujian lainnya. akhirnya sekolah menjadi pendidikan formal yang sekedar formalitas belaka bagi murid yang berlangganan bimbel. 

Saya sepakat dengan nama "bimbingan tes" yang sudah tersebar diberbagai media sosial. bimbel memang hadir untuk membantu murid untuk menempuh ujian atau tes, bukan membimbing murid untuk belajar yang sebenarnya. pada umumnya pendidikan kita, murid dikatakan belajar dengan giat saat mengerjakan latihan soal. bahkan kawan saya pernah bercerita, saat itu dia sedang menjadi pengajar privat. anak yang dia ajarkan lebih memilih menyelesaikan soal-soal di LKS dibanding bersosiaslisasi dengan lingkungan sekitar. bahkan, ada anak yang pulang sekolah bimbel, malam privat. ternyata aktivitas belajarnya lagi-lagi adalah latihan soal.

Saya yakin keprihatinan pendiri dan pengajar bimbingan tes adalah rendahnya kualitas pendidikan (versi nilai ujian). maka dari itu mereka hadir untuk mengaku sebagai obat penawar. ada juga yang sepakat bahwa nilai ujian memang tidak penting, tetapi mereka tetap saja membantu murid untuk lulus ujian. inilah alasan kenapa judul tulisan ini "Bimbingan Tes hanyalah Painkiller", karena sifat painkiller bekerja dengan menghambat terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri, artinya hanya mematikan rasa bukan menyembuhkan. banyak murid kita yang merasa banyak tekanan saat menjelang ujian. tetapi kita bukan menghilangkan rasa sakitnya tetapi mematikan rasa. penghilangan rasa sakit ini harusnya dengan cara menunjukkan cara belajar yang benar, bukan memberikan latihan soal yang justru mematikan rasa keinginan belajar.

Belajar sejati
Semua pun sepakat, salah satu penyebab suksesnya pendidikan di Finlandia adalah tidak ada ujian sekolah. tidak cukup kagum dan menganggukan kepala sebagai tanda sepakat. para mahasiswa LPTK sebagai kaum intelektual harus memikirkan alasan dari sekolah di Finlandia yang meniadakan ujian sekolah. jangan langsung mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia dan di Finlandia berbeda, mau tidak mau harus ikuti sistem. di sinilah salah satu perjuangan mahasiswa sebagai agent of change.

Jika tidak ujian, bagaimana mungkin murid belajar? itu pertanyaan yang sering saya dengar dari kawan-kawan diskusi saya. pertanyaan itu menandakan bahwa si penanya tidak ada rasa percaya kepada murid dan menilai setiap murid adalah pemalas yang harus dipecut agar belajar. setiap belajar murid kita selalu diancam dengan ancaman yang sebenarnya tidak terlalu berpengaruh di akhirat. misal "awas, nanti tidak naik kelas", "nanti kalau nilai jelek, kamu dianggap bodoh". padahal jelas ancaman dalam tataran dunia ini, bisa menyebabkan anak berpikir mau untung sendiri atau anak mengklaim dirinya adalah bodoh.

Romo Mangun mengartikan Belajar Sejati adalah sebuah aktivitas yang dilakukan oleh seorang yang memiliki kesadaran diri untuk memperhatikan, mempelajari dan menekuni segala hal yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Bejalar Sejati bisa dilakukan kapan dan di mana saja tanpa terikat pada sekolah formal. hal ini menjelaskan tujuan pendidikan memang untuk kehidupan bermasyarakat. selama ini murid-murid diajarkan bagaimana mendapat nilai bagus tanpa bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. bayangkan selama sekolah, pada umumnya siswa terkurung di kelas, paling jauh di lapangan olah raga. selesai sekolah, mereka harus ikut bimbingan tes. piaget menyebutkan Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. dengan kata lain sebagai guru harus memperhatikan pengalaman murid di luar sekolah. karena bisa jadi pengalaman murid di luar sekolah adalah proses belajar murid yang lebih bermakna dibandingkan belajar yang ada di kelas.

Dr. Pasi Sahlberg menyebutkan istilah “teach less, learn more". seharusnya dunia pendidikan mengubah paradigma mengajar menjadi belajar. sekolah tidak harus mengajarkan banyak materi, tetapi mengajarkan cara belajar untuk murid, agar mereka meiliki inisiatif untuk belajar mandiri. seperti kisah para perawi hadits, seperti Imam Bukhori yang rela berjalan ratusan kilometer hanya untuk mempelajari hadits. mereka menempuh perjalanan dengan niat karena Allah, bukan karena untuk dapat reward dalam tataran dunia.

Mari kita ubah paradigma belajar murid kia, bukan dengan melanggengkan gaya belajar murid yang ada saat ini, dengan memberikan painkiller. belajar untuk menuntut ilmu dan memanfaatkannya karena Allah

oleh : Indra Restu Fauzi (Mahasiswa UNJ)

No comments:

Post a Comment