Inilah analogi yang tepat untuk melukiskan
kondisi bangsa Indonesia yang memiliki kandungan kekayaan bumi yang berlimpah
ruah. Namun dikarenakan pemimpinnya tak bisa mengelolanya, justru Indonesia
menjadi bangsa yang kekurangan diantara kelebihan. Maka Indonesia layaknya tim
sepakbola tanpa bintang yang dipimpin seorang kapten yang amatiran.
Bukan
rahasia lagi jika Indonesia menjadi negara yang sangat diminati untuk dikuras
sumber daya alamnya. Sebagai negara penyumbang minyak dunia yaitu 1.023.00
barrel/hari atau sebesar 1.21% dari produksi minyak dunia, menurut data CIA World
Factbook. Kemudian data US Geological Survey menyatakan bangsa kita sebagai
bangsa penghasil emas terbesar ke-8 dengan 100 ton emas diproduksi pada 2009.
Dan bangsa inlander ini pun memiliki sebuah pulau yang mempunyai kandungan
material tambang seperti gas alam, minyak bumi, dan pasir kuarsa dalam jumlah
besar. Pulau itu berjarak 1.250 km dari Jakarta. Pulau itu adalah pulau Natuna.
Di sana tersimpan cadangan gas alam dengan volume sebesar 222 triliun kaki kubik (TCT), gas karbondioksida mencapai 46 TCT. Bukan hanya itu, Natuna juga diselimuti minyak bumi yang banyak. Sumur-sumur off shore yang berada di bagian timur Natuna memancarkan minyaknya. Kekayaan ini menjadikan bangsa ini memiliki cadangan terbesar di ASIA Pasifik.
Di sana tersimpan cadangan gas alam dengan volume sebesar 222 triliun kaki kubik (TCT), gas karbondioksida mencapai 46 TCT. Bukan hanya itu, Natuna juga diselimuti minyak bumi yang banyak. Sumur-sumur off shore yang berada di bagian timur Natuna memancarkan minyaknya. Kekayaan ini menjadikan bangsa ini memiliki cadangan terbesar di ASIA Pasifik.
Namun sungguh ironi negeri ini,
dijuluki zambrud khatulistiwa tapi julukan itu tak tertambat dalam jati diri
bangsa Indonesia yang hari ini kondisinya semakin memprihatinkan. Menurut BPS,
penduduk Indonesia tahun 2011, dengan pengeluaran kurang dari 230 ribu,
mencapai 30 juta jiwa, jika ditambah dengan penduduk “hampir miskin” yang
pengeluarannya antara Rp 233-280 ribu, jumlahnya meningkat menjadi 57 juta
orang atau sekitar 24 % dari total penduduk Indonesia. Jumlah itu membengkak
jika menggunakan standar kemiskinan internasional, yakni kurang dari US$2 per
hari. Menurut laporan Bank Dunia, pada tahun 2009 sebanyak 50,7 % atau lebih
dari separuh penduduk negeri ini masih dalam kategori miskin (World Bank, World
Development Indicators 2011).
Belum selesai dengan masalah
ketidakahliannya dalam memimpin bangsa dan ditambah pula masalah kesejahteraan
penduduk yang semakin menurun. Muncul satu permasalahan fundamental yang bisa
jadi, ini bakal menguatkan pendapat-pendapat yang ada bahwa Kabinet Indonesia
Bersatu jilid 2 tidak cakap dalam menyejahterakan rakyatnya. Terbukti ketika
kabinet yang diharapkan berhasil mengajak bangsanya bangkit ini malah gagal
dalam menasionalisasikan aset-aset bangsa termasuk minyak bumi. Puncaknya pada
hari selasa, 16 April 2013 telah terjadi kesepakatan oleh gubernur se-Indonesia
terkait sosialisasi kebijakan BBM subsidi. Hal ini menjadikan harga BBM untuk
mobil pribadi naik menjadi Rp 6.500/liter.
“jadi tadi sudah kesepakatan kita
dengan gubernur, akan melakukan penyesuaian harga,” ungkap Menteri
Perindustrian MS Hidayat di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jalan Meda
Merdekan Utara, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2013).
Dari kesepakatan tersebut tinggal
menunggu pengumuman resmi dari Presiden Susilo Bambang Yodhoyono. Hidayat
menyatakan, para gubernur telah dipastikan siap untuk menjalankan kebijakan.”
Ini baru mengondisikan gubernur,” sebutnya.
Kemudian lucunya pemimpin kita, beliau
ingin menaikan harga BBM untuk menutupi kebocoran anggaran APBN yang mencapai
60 % dan lucunya lagi kebocoran anggaran itu bukannya ditutupi dengan uang-uang
yang telah di korupsi oleh anggota DPR atau pejabat malahan ditutupi dengan
menaikan harga BBM, ini adalah bukti kegagalan Rezim SBY-Boediono. Khususnya
kegagalan rezim ini adalah dalam hal ketahanan energi bangsa yang sampai saat
ini, perusahaan-perusahaan asing masih nyaman menyedot hasil minyak bumi bangsa
ini.
Dari sinilah alasan mengapa kita
harus menolak kebijakan pemerintah SBY menaikan harga BBM (baik sebagian maupun
seluruhnya) :
1. Pemerintah
gagal dalam nasionalisasi aset bangsa
2. Pemerintah
gagal dalam melakukan diversifikasi energi bahkan tidak menunjukkan
keberpihakan pada pengembangan energi alternatif
3. Pemerintah
gagal dalam menekan kebocoran BBM
4. Kebijakan
kenaikan BBM untuk sebagian masyarakat berarti pemerintah telah dengan sengaja
membangun pertentangan dan konflik horizontal di tengah masyarakat yang
berakibat adanya potensi disintegrasi sosial
5. Pemerintah
gagal membangun transparasi terkait biaya produksi premium dan menghilangkan
permainan kartel BBM
6. Terkait
penyelamatan APBN, pemerintah gagal membangun prioritas, karena yang harus
dipangkas adalah beban obligasi BLBI, biaya birokrasi/pejabat dan praktik
korupsi
7. Pemerintah
gagal dalam memberantas kasus korupsi yang telah merampok APBN
8. Kenaikan
harga BBM tidak lepas dari upaya liberalisasi BB di sektor hilir/retail
Sudah saatnya rakyat Indonesia
bersuara keras untuk memberitahu kepada Presiden SBY bahwa Indonesia harus
merdeka secara menyeluruh dan jika Presiden SBY tak sanggup memenuhi keinginan
rakyatnya maka turun saja dari jabatannya dan bubarkan kabinet semu yang hanya
diisi oleh orang-orang tidak selaras dengan harapan rakyat Indonesia.
Fajar Tri Nugroho
SOSPOL BEM Universitas Negeri
Jakarta / Korwil BEM Jabodetabek-Banten, BEM Seluruh Indonesia
No comments:
Post a Comment