Monday, July 16, 2012

Pak Habibie Berbicara ...




Salah seorang menteri bidang moneter dalam  kabinet Pembangunan pernah curhat mengenai proyek industri strategis yang dipercayakan pemerintah ke BJH. Kira-kira isi curhatnya sebagai berikut : “Bagaimana kawan ini, dia minta uang kepada kita, kemudian dia jual lagi priduknya ke kita.” Maksudnya produk industri strategis yang modalnya diambil dari negara, kemudian hasil produksinya dijual lagi ke negara. Ini terjadi misalnya untuk memenuhi kebutuhan Hankam dalam bidang persenajataan ( Pindad ), Fast Patrol Boat ( PAL ), CN-235 ( Merpati ), dan lain-lain.

Padahal dalam strategis transformasi industri yang digagas BJH, salah satu syarat mutlak untuk dijadikan wahana, selain produk bersifat kompetitif, juga memang karena adanya pasar domestik. “Jika selama ini kita hanya membeli dari luar negeri yang menguntungkan hanya segelintir orang tertentu dan bangsa lain yang memproduksinya, kenapa bukan kita yang membuatnya, mutu dan kualitasnya sama,” kata BJH. “ Jika kita hanya pintar membeli dan menjadi konsumen neto teknologi, kapan bangsa kita bisa pintar. Jika kita hanya tau gampangnya dengan membeli, kita telah membiayai bangsa lain menjadi kaya dan anak-anak mereka tambah pintar. Karena keuntungan yang mereka peroleh, mereka investasikan lagi dalam R&D. Ilmuawan mereka yang melakukan riset akan tambah pintar, sementara kita hanya gigt jari.”

“Sebagai negara maritim dengan ribuan pulau, berapa banyak kapal laut dan kapal terbang yang diperlukan untuk menghubungkan Indonesia sebagai negara kesatuan? Oleh karena itu, jelas potensi dasar domestik salah satunya yang akan membiayai industri teknologi tinggi kita sebagai wahana keunggulan yang dapat berkompetisi dalam tingkat regional dan internasional. Jika ini terjadi, secara tidak langsung kita membiayai anak-anak kita sendiri untuk tambah pintar.” Demikian gagasan BJH

Ketika ditanya, apakah benar industri strategis tidak akan bertahan tanpa proteksi pemerintah? “memang,” kata BJH. “Jika tidak, ia akan mengembalikan proyek itu kepada pemerintahan. Karena satu-satunya cara  untuk memproteksi industri dengan program progresif adalah dengan pemeberian monopoli. Tentu ini melawan hukum,” kata BJH. “Tetapi negara mana yang tidak melakukannya darai mulai industrialisasi sampai sekarang. Tidak ada satu pun masyarakay di dunia yang menamakan dirinya demokrasi atau nondemokrasi, baik yang berorientasi kepada pasar atau tidak berorientasi kepada pasar yang tidak mensubsidi perusahaan yang baru lahir yang masih dalam pertumbuhan.” Ia beri contoh Airbus yang disubsidi oleh pemerintah secara langsung (pemberian modal) dan tidak langsung (pemberian intensif), padahal Airbus milik swasta. Boeing 747 pada akhir dekade 1950-an lahir melalui kebijakan pemeberian subsidi dan intensif oleh pemerintah. Produk teknologi lain di Eropa dan Jepang demikian juga pada awalnya. Sementara di Indonesia, semua industri strategis adalah milik pemerintah, keuntungannya milik pemerintah, dan tidak ada modal swasta apalagi pribadi.

Seorang manusia yang berfikir tentang pertumbuhan pembangunan negara yang berkelanjutan harus mempertimbangkan sumber daya manusia yang dapat diperbaharui, bukan sebagai alat, melainkan sebagai titik sentral. Itulah pikiran BJH.


Jika sejak awal semua produk industri strategis dikatakan tidak mempunyai pasar dalam negeri yang pasti, sejak awal BJH tidak akan tertarik diserahi tugas mengelolah industri strategis.




Tulisan in bersumber dari buku berjudul “Habibie, Kecil tapi Otak Semua”

No comments:

Post a Comment