Tuesday, September 10, 2013

Mutiara Terpendam di Ufuk Pedongkelan


Ufuk Pedongkelan

Walaupun terasingkan dari komplek-komplek mewah di pinggiran Ibu Kota Jakarta, tak menyurutkan keelokan yang ada di sebuah daerah sederhana penuh kegembiraan. Daerah yang diisi oleh manusia-manusia sosial dari beragam suku dan budaya kini bersatu padu membentuk harmonisasi kekeluargaan di tengah Ibu Kota Jakarta yang mulai kehilangan ciri khasnya. Canda tawa anak-anak masih lebih terdengar dari pada bunyi keypad atau pun iphone yang hari ini telah mengisi ruang waktu sebagian anak bangsa.
Ini tempat kembali bagi masyarakat rantau di Jakarta. Karena disinilah mereka akan bisa merasakan hangatnya suasana sore yang ceria dimana anak-anak sedang bermain riang dan berlari-lari tanpa harus memikirkan budaya thecno yang menghantui ke percayaan diri mereka. Disinilah kalian akan merasakan betapa bersyukurnya kalian telah dilahirkan dalam balutan keluarga yang masih nyaman tinggal di daerah tak bermasalah. Dan disinilah kalian akan bersyurkur bahwa masih ada tempat yang bisa kalian garap ladang amalnya untuk di akhirat kelak. Kemudian daerah itu biasa disebut Pedongkelan.

Daerah yang berada di perbatasan Jakarta Timur dan Jakarta Pusat ini pun menyimpan satu lahan primadona bagi para intelektual yang mengerti bisnis. Dekat dengan pusat kota dan ditunjang dengan dekatnya pintu masuk tol menjadikan Pedongkelan sangat strategis untuk dibangun hunian bagi warga berkantong tebal yang membutuhkan ketentraman instan. Bagaimana tidak tentram? Terdapat waduk super strategis yang menjadi pemandangan indah jika ditata dengan baik. Waduk yang memiliki fungsi khusus dalam daya serapan air ini juga dahulu sering digunakan untuk memancing dan bermain wahana bermain di atas permukaan danaunya.

Waduk Ria Rio biasa dikenal oleh warga sekitar, adalah waduk yang dahulu ketika era gubernur Ali Sadikin dijadikan tempat rekreasi dan rehat sejenak. Sering diadakan kegiatan di sekitar waduk Ria Rio, seperti karnaval, pementasan budaya dan masih banyak lagi. Namun seiring berjalannya waktu mulai terbangun rumah-rumah warga di sekitar waduk dan terus menjamur sampai kondisi seperti ini. Hal ini disebabkan adanya kesempatan mencari penghasilan dari waduk tersebut. Alhasil sekarang sudah menjadi desa dalam kota yang lumayan padat. Beriisikan orang-orang yang berbeda budaya bahkan sampai berbeda keyakinan.

Sampai matahari terasa telah banyak melewati bumi, daerah kawasan Waduk Ria Rio menjadi kurang terurus dan sekarang banyak ditumbuhi tanaman eceng gondok yang hampir menutupi sebagian besar luas area waduk. Tanaman ini menjadikan mahluk hidup yang hidup di waduk itu kekurangan oksigen. Sehingga banyak yang mati dan menjadi keruh kemudian berubah warna, rasa dan bau. Sehingga tak bisa digunakan langsung untuk kebutuhan sehari-hari. Sangat disayangkan, namun kita tidak bisa menyalahkan pihak-pihak yang ada. Permasalahan kearsian waduk adalah tugas semua yang hidup disekitarnya. Butuh kedisiplinan dari pemerintah untuk terus memantau lahan hijau yang ada di Jakarta.

Pedongkelan berhias diri
Tahun 2013 akan menjadi peremajaan dari waduk yang luasnya hampir 9 hektar. Waduk ini akan di hias menjadi tempat terbuka hijau dan menjadi saran untuk melepas penat ketika letih bekerja di kota. Akan dibangun panggung opera di tengahnya dan akan dibangun hotel berbintang lima untuk para manusia-manusia berdasi rapi nan rupawan. Sekeliling dari waduk itu akan ada yang sebagian menjadi sentral bisnis, hutan kota, panggung opera dan daerah resapan air. Terbilang 1 triliun untuk mewujudkan impian waduk Ria Rio yang megah itu.

Di sisi lain pembangunan, ada sebagian rakyat marjinal kota yang terasa diacuhkan hak-nya untuk hidup dan merasakan terlantarnya keadilan dalam birokrasi. Dengan dana pengganti 1 juta per kepala keluarga, maka warga yang sebelumnya telah dilanda musibah kebakaran ini tak kuasa menahan emosinya ketika harus dipindahkan. Faktanya mereka telah berani meminjam uang sampai berpuluh-puluh juta untuk membangun rumahnya kembali. Mereka berani meminjam dikarenakan orang nomer satu Jakarta berjanji tidak akan menggusur mereka dari daerah tinggalnya. Namun nasi sudah menjadi bubur, habis manis sepah dibuang atau kacang lupa kulitnya. Beliau kini sangat bersemangat dalam membangun kawasan terbakar itu untuk dijadikan lahan bisnis kota. Relokasi pun berjalan alot dikarenakan banyak warga yang tidak setuju dengan pemindahan yang semena-mena. Bahkan tak jarang warga harus bersatu padu dalam mengusir Sang Jagal yang hendak menggusur mereka dari rumahnya. Rusunawa yang dijanjikan pun belum selesai sampai waktu penggusuran tiba, sehingga menambah penat kepala warga, yang hendak diasingkan di daerah pinggiran kota Jakarta. Sungguh ironi kota besar ini.

Terbenamnya Matahari di Timur Jakarta
Sebuah kisah klasik untuk masa depan. Mungkin kalimat ini akan menjadi buah bibir takala si penulis telah berlanjut beberapa tahun mendatang. Karena di Pedongkelanlah t.ersimpan kenangan indah belajar mengenai kehidupan. Tersimpan semangat belajar bocah-bocah tangguh yang tak lekang oleh waktu. Dan tempat itu akan terus menjadi sejarah bahkan pemberat timbangan amal kita ketika di yaumil hisab kelak.

Berdoa untuk semangat belajar mereka yang terus ter-integralkan ke perhitungan langit. Dan berharap muncul para ksatria jihad dan mujahidah senja yang tangguh dan siap membela keyakinan mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kami bukanlah insan yang kaya raya
Tapi kami adalah insan kaya jiwa

Bukanlah pengemis kehidupan
Melainkan dermawan penuh cinta

Kami bukanlah sosok terhinakan
Melainkan sosok tangguh penuh harapan

Dan
saat waktu telah tiba
Kami kan kembali untuk Nusantara

“Kontribusi Nyata Membangun Bangsa”
Fajar Tri Nugroho

Kepada Departemen Sosial Politik BEM UNJ 

2 comments: