Draft Rilis Pernyataan Sikap Menolak Kenaikan BBM
Oleh: Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia
Indonesia kembali dihadapkan pada permasalahan subsidi BBM yang akan segera
dikurangi, atau bahkan dicabut untuk menyesuaikan permasalahan fiskal dan
ekonomi makro negara ini. Pemerintah berdalih bahwa Indonesia adalah negara
pengimpor minyak mentah untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri. Lifting minyak
Indonesia adalah 840.000 barrel/hari (Kementrian ESDM, 13/5/2013), sedangkan kebutuhan
dalam negeri Indonesia diperkirakan 1.400.000 barrel/hari. Kondisi ini yang
membuat APBN bisa jebol karena subsidi BBM yang masih disubsidi.
Sedangkan fakta di lapangan, Pertamina hanya menguasai ladang minyak untuk
eksplorasi sebanyak 20% dari seluruh ladang minyak di Indonesia. 80% dikuasai
oleh asing. Sehingga Indonesia harus mengimpor
minyak dengan harga yang mengikuti harga BBM internasional.
minyak dengan harga yang mengikuti harga BBM internasional.
Pertanyaan lebih lanjut adalah apa penyebab dan dampak dari kebijakan
dikuranginya dan bahkan dicabutnya subsidi BBM di Indonesia? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut perlu ada analisa persepktif sejarah industri hulu dan
hilir, serta logika yang memberi orientasi kebijakan tersebut.
Agenda ekonomi pasar neoliberal sebagaimana tercantum dalam paradigma Letter of Intents (LoI) antara Indonesia
dan IMF (International Monetary Found)
yang ditandatangi 20 Januari 2000 adalah reformasi strukural dengan cara berikut:
- Penyelenggaraan anggaran ketat dan penghapusan subsidi
- Liberalisasi sektor kuangan
- Liberalisasi sektor perdagangan
- Pelaksanaan privatisasi BUMN
Hal tersebut sejalan dengan pendekatan neo-institusionalisme (Umar, 2012)
yang mengisyaratkan penggunaan paradigma neoliberal dalam pengelolaan negara
(Hadiz, 2004). Gill (2000) mengistilahkanya dengan “constitutionalism of disciplinary neoliberalism”, dengan bertumpu
pada reformasi struktural pasca krisis, terutama Indonesia pasca oil boom tahun 1980-an (Chaniago, 2013),
untuk negara-negara berkembang. Pendekatan ini mengaplikasikan perangkat
legal-struktural negara untuk memastikan pasar berjalan secara efektif, yaitu
dengan UU Migas. Pada hakikatnya, negara memberikan kepada individu untuk
menyelenggarakan perekonomian yang berbasis pada mekanisme pasar.
Pada hakikatnya, semua regulasi dan logika kebijakan yang mengatur soal
energi, dan juga soal sektor lainya adalah bagian dari paradigma berpikir Washigton Consensus (Williamson, 2004),
yaitu disiplin anggaran pemerintah dan liberalisasi sektor Migas di Indonesia.
Sejarah sudah membuktikan dengan liberalisasi sektor hulu Migas, dimana
Pertamina hanya menguasai 20% ladang minyak di Indonsia. Dan saat ini sedang
berusaha untuk implementasi liberalisasi
sektor hilir Migas dengan persaingan harga yang kompetitif antara
Pertamina dan perusahaan swasta asing di ranah tersebut.
Pertanyaan lebih lanjut adalah siapa yang diuntungkan? Pastinya bukan
rakyat. Mengapa hal tersebut bisa saya katakan, karena logika dan implementasi
kebijakan tersebut inkonstitusional. UUD 1945 pasal 33, ayat 3 yang
mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Apabila amanat konstitusi ini ditegakkan pasti rakyat keseluruhan akan
diuntungkan, bukan menghasilkan keuntungan parsial para pemilik modal.
Kenaikan harga BBM yang dipicu
dikuranginya subsidi dinilai hanya menjadi alasan untuk memudahkan kepentingan
asing menguasai cabang produksi yang menguasai hidup rakyat kebanyakan, yaitu
minyak dan gas bumi Indoneisa. Kami ingin agar subdisi tetap ada dilaksanakan
untuk tetap menjaga keselamatan ide demokrasi ekonomi dan ekonomi kerakyatan
sesuai amanat pasal 33 UUD 1945. Kami, BEM Seluruh Indonesia, dengan ini menolak dengan tegas kenaikan harga BBM
karena kami menilai hanya menjadi alasan untuk memudahkan kepentingan asing
menguasai cabang produksi yang menguasai hidup rakyat kebanyakan, yaitu minyak
dan gas bumi seperti yang diamanatkan Letter
of Intents (LoI) antara Indonesia dan IMF (International Monetary Found). Selain itu, alasan kami jelas
mengapa kami harus menolak kebijakan pengurangan subdisi BBM karena:
- Pemerintah meminggirkan ide Demokrasi Ekonomi dan Ekonomi Kerakyatan
yang telah diatur dalam pasal 33 UUD 1945 tentang perekonomian nasional
dan kesejahteraan sosial
- Pemerintah lebih memikirkan kaum pemodal, pemodal asing dan kalangan
atas masyarakat dalam kebijakan harga BBM dan semua paradigma yang
melandasinya
- Pemerintah gagal melakukan diversifikasi energi bahkan tidak
menunjukan keberpihakan pada pengembangan energi alternatif untuk
mengganti semua energi fosil yang akan segera habis
- Pemerintah tidak memiliki keinginan serius untuk membangun
infrastruktur transportasi publik yang berkualitas dibutuhkan rakyat
banyak untuk menekan kendaraan bermotor, bukan dengan cara membebani
rakyatnya sendiri dengan mengurangi subsidi BBM.
- Pemerintah gagal menekan tingginya konsumsi BBM yang terjadi pada
masyarakat.
- Pemerintah gagal membangun transparansi terkait biaya produksi premium
dan mengilangkan permainan kartel BBM
- Terkait dengan penyelamatan APBN, pemerintah gagal membangun prioritas
pemangkasan karena yang harus dipangkas adalah beban bunga obligasi BLBI,
biaya birokrasi/pejabat, dan praktek korupsi
- Pemerintah justru gagal memberantas korupsi yang telah merampok APBN
- Bahwa upaya pemerintah menaikan harga BBM tidak lepas dari upaya
liberalisasi BBM di sektor hilir
- Kebijakan kenaikan BBM untuk sebagian masyarakat berarti pemerintah
telah dengan sengaja membangun pertentangan dan konflik horizontal di
tengah masyarakat yang berakibat adanya potensi disintegrasi sosial.
Mahasiswa bergerak untuk membela rakyat kebanyakan, rakyat kecil yang
tertindas (mustadh’afin), bukan untuk membela dan berada di barisan kaum elit,
swasta asing, dan koruptor. Oleh karena itu, kami akan bergerak untuk menolak
kebijakan pengurangan subdisi BBM yang hanya merugikan bagi mereka yang kecil
dan tertindas di Indonesia. Hidup mahasiswa Indonesia! Hidup rakyat Indonesia!
Yogyakarta, 16 Juni 2013
Yanuar Rizki Pahlevi
Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia
No comments:
Post a Comment